Selasa, 26 Oktober 2010

Islam : satu-satunya Agama Wahyu

Materi Mentoring AIK Pertemuan III
Setelah wahyu Allah swt sempurna diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, maka Allah menegaskan, bahwa “Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagimu agamamu, dan aku cukupkan bagimu nikmat Ku, dan Aku ridhai Islam sebagai agamamu” (QS 5: 3)
Ayat ini secara tegas menyebutkan, bahwa “Islam” dalam ayat ini adalah menunjuk kepada nama agama yang diturunkan oleh Allah swt kepada Nabi Muhammad saw. Bahkan, secara tegas, nama agama ini diberi nama “Islam” setelah sempurna diturunkan oleh Allah kepada Nabi Nya yang terakhir, yakni Nabi Muhammad saw. Para pengikut Nabi-nabi sebelumnya disebut sebagai “muslimun”, tetapi nama agama para Nabi sebelumnya, tidak secara tegas diberi nama “Islam”, sebagaimana agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Meskipun, semua agama yang dibawa oleh para Nabi mengandung inti ajaran yang sama, yakni ajaran Tauhid.

Namun, agama-agama para nabi sebelumnya, saat ini sudah sulit dipastikan keotentikannya, karena sudah mengalami tahrif (perubahan-perubahan) dari pemeluknya. (QS 2: 59, 75, 79).
Karena itulah, seharusnya pengikut para Nabi sebelumnya, seperti kaum Yahudi dan Nasrani, juga mengimani Muhammad sebagai nabi Allah swt. Rasulullah bersabda :
“Demi Zat yang menguasaijiwa Muhammad, tidak ada seorangpun baik Yahudi maupun Nasrani yang mendengartentang diriku dari umat Islam ini, kemudian ia mati dan tidak berimanterhadap ajaran yang yang aku bawa kecualiia akan menjadi penghuni neraka.” (HR Muslim)
Karena Islam memelihara kontinuitas kenabian, maka dalam pandangan Islam, Islam adalah satu-satunya agama yang memelihara kontinuitas wahyu. Karena itu, Islam bisa dikatakan sebagai satu-satunya agama wahyu. Dengan itu, maka Islam adalah satu-satunya agama yang memiliki ritual yang universal, final dan otentik, karena Islam memiliki teladan (model) yang final sepanjang zaman. Sifat otentisitas dan universalitas Islam masih terpelihara hingga kini. Meskipun zaman berganti, ritual dalam Islam tidak berubah. Shalatnya orang Islam di manapun sama. Tidak pandang waktu dan tempat.
Sebagai agama wahyu Islam memiliki berbagai kharakter khas :
Pertama, diantara agama wahyu yang ada, Islam adalah agama yang namanya secara khusus disebutkan dalam kitab sucinya. Nama agama-agama selain Islam diberikan oleh para pengamat keagamaan atau oleh manusia, seperti agama yahudi (judaisme), agama katolik (katolikisme), agama protestan (protestantisme), agama budha (budhisme), agama hindu (hinduisme), agama konghucu (Konfusianisme), dsb. Sedangkan Islam tidaklah demikian. Nama Islam, sebagai nama agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, sudah disebutkan ada dalam Al Qur’an :
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.” (QS 3 : 19)
“Barangsiapa yang mencari agama selain Islam, maka tidak akan diterima dan di akhirat nanti akan termasuk orang-orang yang merugi.” (QS 3 : 85)
Kedua, dalam soal nama dan konsep Tuhan. Sebagaimana konsep Islamic worldview yang ditandai dengan karakteristiknya yang otentik dan final, mka konsep Islam tentang Tuhan, menurut Prof. Naquib al Attas, juga bersifat otentik dan final. Itu disebabkan, konsep Tuhan dalam Islam, dirumuskan berdasarkan wahyu dalam Al Qur’an yang bersifat otentik dan final. Konsep Tuhan dalam Islam memiliki sifat yang khas yang tidak sama dengan konsepsi Tuhan dalam agama-agama lain, tidak sama dengan konsep Tuhan dalam tradisi filsafat Yunani; tidak sama dengan konsep Tuhan dalam filsafat barat modern ataupun dalam tradisi mistik barat dan Timur.
Tuhan, dalam Islam, dikenal dengan nama Allah. Lafaz ‘Allah’ dengan bacaan tertentu. Kata ‘Allah’ tidak boleh diucapkan sembarangan, tetapi harus sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah saw, sebagaimana bacaan-bacaan ayat-ayat dalam Al Qur’an. Dengan adanya ilmu qiraat yang berdasarkan pada sanad – yang sampai Rasulullah saw – maka kaum Muslimin tidak menghadapi masalah dalam penyebutan nama Tuhan. Umat Islam juga tidak berbeda pendapat tentang nama Tuhan, bahwa nama Tuhan yang sebenarnya ialah Allah. Dengan demikian, “nama Tuhan”, yakni “Allah” juga bersifat otentik dan final, karena menemukan sndaran yang kuat, dari sanad mutawatir yang sampai kepada Rasulullah saw. Umat Islam tidak melakukan ‘spekulasi filosofis’ untuk menyebut nama Allah, karena nama itu sudah dikenalkan langsung oleh Allah SWT – melalui Al Qur’an, dan diajarkan langsung cara melafalkannya oleh Nabi Muahmmad saw. Spekulasi tentang nama Tuhan dilakukan oleh kaum Yahudi. Dalam konsep judaisme (agama yahudi), nama Tuhan tidak dapat diketahui dengan pasti. Kaum Yahudi modern hanya menduga-duga, bahwa nama Tuhan mereka adalah Yahweh. The Consice Oxford Dictionary of World Religions menjelaskan ‘Yahweh’ sebagai “ the God of Judaisme as the ‘tetragramation YHWH, may have been pronounced. By orthodox and many other Jews, God’s name is never articulated, least of all in the Jewish liturgy.” Yahweh memang Tuhan dugaan. Harold Bloom (dalam “Jesus and Yahweh”, 2005) menyatakan “Kita tidak akan pernah tau bagaimana nama tersebut diucapkan, Yahweh hanyalah sebuah dugaan belaka.”
Dalam konsepsi Islam, Allah adalah nama diri dari Dzat Yang Maha Kuasa, yang memiliki nama dan sifat-sifat tertentu. Sifat-sifat Allah pun telah dijelaskan dalam Al Qur’an. Dan syahadat Islam pun sudah jelas. “Tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah”. Hal ini juga bersifat otentik dan final sehingga tidak akan ada kebingungan tentang konsep Tuhan.
Ketiga, karakteristik Islam sebagai agama wahyu bisa dilihat dari tata cara ibadah/ritual dalam Islam yang semuanya berdasarkan pada wahyu (Al Qur’an dan sunnah). Karena keotentikan wahyu dalam Islam, maka Islam juga memiliki konsep ibadah yang final dan otentik, tetap sepanjang zaman, dan tidak berubah-ubah mengikuti dinamika perkembangan zaman. Islam memiliki ibadah yang satu,yang melintasi zaman dan tempat. Kapanpun dan dimanapun, umat Islam melakukan shalat, zakat, puasa, haji dengan cara yang sama, dan tidak tergantung pada kondisi waktu dan tempat. Tentu saja, ini adalah konsep pokok, bukan konsep furu’iyah. Yang memungkinkan terjadinya perbedaan pada sejumlah masalah furu’. Tetapi, perlu dicatat, bahwa hanya umat Islam lah yang kini memiliki ritual yang satu. Ke Masjid manapun umat Islam  melakukan shalat subuh dua rakaat, dimulai dari takbir dan diakhiri dengan salam. Tradisi seperti ini berbeda dengan konsep-konsep agama lain yang memiliki ritual yang berbeda-beda, tergantung waktu dan tempat.
Keempat, konsep Islam sebagai agama otentik dan final dapat terjadi karena konsep wahyu dalam Islam adalah bersifat final. Al Qur’an terjaga lafazh, makna, dan bacaannya dari zaman ke zaman. Konsep teks wahyu dalam Islam yaitu lafaz dan makna dari Allah, berbeda dengan konsep bible yang diakui sebagai teks manusiawi dan teks sejarah, sehingga memungkinkan ditafsirkan berdasarkan konteks sosial historis, yang menyebabkan kaum Yahudi/Kristen memiliki konsep hokum yang dinamis dan berubah dari zaman ke zaman. Konsep wahyu yang otentik dan ‘lafaz dan makna dari Allah’ tidak memungkinkan Al Quran menerima model penafsiran hermenetik ala bible yang menghasilkan kerelativan hukum Islam.
Pandangan seorang terhadap konsep ‘IIslamic worldview’, bahwa Islam adalah satu-satunya agama wahyu, akan sangat menentukan dalam memandang masalah hokum Islam. Ini akan sangat berbeda dengan orang yang melihat agama – termasuk Islam – sebagai ‘gejala budaya’. Islam bukanlah masuk kategori historical and cultural religion, sebagaimana agama-agama lain. Dengan karakteristik Islam sebagai agama wahyu, yang secara ketat berpegang kepada wahyu Allah – Al Qur’an dan Al Sunnah – dalam semua aspek kehidupan, maka umat Islam pun memandang bahwa pelaksanaan hokum Islam adalah bagian dari kewajiban untuk mengikuti Sunnah Rasulullah. Sebab, Nabi Muhammad adalah uswatun hasanah dalam selurih aspek kehidupan. Hanya Umat Islam-lah yang kini tetap memegang teguh konsep uswatun hasanah terhadap seorang Nabi. Mulai bangun tidur hingga tidur lagi, Umat Islam berusaha meneladani Nabi Muhammad saw, karena beliau memang contoh teladan yang lengkap dan paripurna. Konsep uswah hasanah Islam ini tidak mungkin diikuti oleh kaum Yahudi, Kristen, Hindu Budha, komunis, atau kaum secular barat. Karena itu, meskipun orang-orang barat beragama Kristen, mereka menetapkan system hokum, politik, ekonomi, sosial, budaya, bukan berdasarkan kepada bible, atau menjadikan Yesus sebagai teladan dalam seluruh aspek kehidupan.
Begitu juga dengan kaum komunis. Mereka tidak bisa menjadikan Karl Marx sebagai suri tauladan dalam seluruh aspek kehidupan mereka. Orang komunis tidak akan mencontoh seluruh perilaku Karl Marx. Paul Johnson, dalam bukunya,Intelectuals, (New York : Harper & Row Publisher, 1988), menulis sebuah artikel berjudul “Karl Marx : ‘ Howling Gigantic Curse’. Dia menggambarkan sosok Marx : “His angry egoism had physical as psychological roots. He led a peculiarity unhealthy life, took very little exercise, ate high spiced food, often in large quantity, smoked heavily, drank a lot, especially strong ale, and as result had constant trouble with his liver. He rarely took bath or washed much at all.”
Uswah Hasanah (teladan yang baik) adalah konsep yang penting dalam dunia pendidikan. Islammemiliki uswah yang sempurna, yaitu Nabi Muhammad saw, yang juga seorang pendidik teladan. Nabi Muhammad saw berhasil mendidik satu generasi yang luar biasa, yang kemudian mampu mengemban amanah risalah kenabian, sehingga dalam waktu singkat, Islam telah tersebar dan diamalkan di berbagai belahan dunia.
Nabi Muhammad adalah contoh, teladan yang mulia, teladan yang lengkap bagi seorang Muslim. Dalam bidang pendidikan, Nabi Muhammad saw telah membuktikan dirinya sebagai pendidik yang sempurna. Beliau berhasil mendidik manusia-manusia hebat yang terkumpul dalam satu generasi dan berhimpun dalam satu masyarakat yang sangat mulia. Masyarakat Madinah, bentukan Rasulullah saw, adalah masyarakat yang haus ilmu, masyarakat yang cinta pengorbanan, dan masyarakat yang rindu akan ibadah. Di tangah masyarakat seperti inilah, berbagai contoh kehidupan yang baik bisa diaplikasikan. Tradisi ilmu berkembang dengan baik ; akhlak diterapkan, bukan hanya diajarkan; pendidikan karakter yang baik sudah menjadi tradisi yang mengakar, sehingga budaya minuman keras yang sudah berurat berakar dalam masyarakat Arab bisa dengan sangat singkat diberantas.

Related Articles:

Posting Komentar